SISTEM PERTAHANAN TUBUH
Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh....
Penulis akan menulis Makalah Sistem Pertahanan Tubuh .....
Semoga artikel ini bisa bermanfaat buat pembaca.
SISTEM PERTAHANAN TUBUH
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam tubuh manusia,
sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap
berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut agar
bisa dikeluarkan dari tubuh. Dalam melangsungkan fungsi tersebut, tubuh
melibatkan berbagai jenis sel, yang satu sama lain berinteraksi dalam upaya
untuk melenyapkan benda asing tersebut (Subowo, 2010).
Untuk menunjang kerja
dari sistem imun, diperlukan asupan makanan yang sehat. Diet makanan dan gaya
hidup yang buruk dapat memicu penyakit yang mengganggu fungsi dari sistem imun.
Salah satu sumber makanan yang mempengaruhi sistem imun atau kekebalan tubuh
adalah mineral. Mineral merupakan suatu konstituen anorganik penting yang
terdapat di dalam tubuh. Berdasarkan konsentrasi, mineral dapat dibedakan atas
dua jenis yaitu makromineral dan mikromineral. Makromineral merupakan mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam jumlah besar (lebih dari 100 mg/hari)
seperti kalium, magnesium, kalsium, natrium, dan fosfat, sedangkan mikromineral
merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam jumlah sangat
sedikit (<100 mg/hari) seperti boron, kromium, tembaga, iodin, besi, mangan,
selenium, dan zink (Grober, 2009).
serta terlibat dalam metabolisme
energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000).
Dalam studi
epidemiologi besar, menunjukkan bahwa asupan magnesium yang sehat dapat
menunjang fungsi insulin yang efisien, sedangkan diet rendah magnesium dapat
memicu resistensi insulin (Rayssiguier et al., 2006). Perubahan aktivasi
inflamasi ini dapat menghambat sinyal insulin dan menyebabkan resistensi
insulin. Kondisi inflamasi menginduksi sel sehingga mengalami disfungsi sel beta
yang dalam kombinasi dengan resistensi insulin menyebabkan diabetes tipe 2
(Sjoholm and Nystrom, 2005; Sjoholm and Nystrom, 2006). Kekurangan magnesium
jika terjadi pada tikus dapat menyebabkan krisis alergi secara spontan
(Rayssiguier and Mazur, 2005; Mazur et
al., 2006; Malpuech- Brugere et al.,
2000). Respons inflamasi yang diamati pada tikus yang kekurangan magnesium
menunjukkan bahwa respons tergantung pada kondisi eksperimental tikus
(Nasulewicz et al., 2004; Sabbagh et al., 2005). Respons inflamasi dan
konsekuensi hanya diamati pada tikus jantan. Hewan betina dilindungi karena
estrogen mungkin akan protektif dan berpengaruh terhadap efek proinflamasi saat
kekurangan magnesium (Bussiere et al.,
2001).
Peradangan subklinis
kronik merupakan faktor patogenik dalam pengembangan resistensi insulin dan
penyakit kardiovaskular. Respons dari peradangan tersebut adalah fase akut
protein, sitokin dan mediator yang terkait dengan aktivasi endotel (Dandona et al., 2004; Fantuzzi, 2005).
Peradangan merupakan reaksi pertahanan tubuh yang diawali oleh infeksi atau
kerusakan jaringan karena trauma fisik atau kimia. Dalam daerah yang mengalami
peradangan akan ditemui kumpulan lekosit yang mencakup granulosit, limfosit,
dan monosit (Subowo, 2010). Granulosit mencakup polymorphonuclear yaitu netrofil. Netrofil merupakan lekosit yang
paling
melimpah di dalam darah dengan jumlah
4.000-10.000 µL. Sebagai respons terhadap infeksi, produksi netrofil dari
sumsum tulang mengalami kenaikan dengan cepat dan naik menjadi 20.000 µL dalam
darah (Abbas and Lichtman, 2011).
Penanda lain saat
terjadi infeksi atau peradangan adalah sitokin. Sitokin merupakan peptida
pengatur (regulator) yang dapat
diproduksi oleh hampir semua jenis sel yang berinti di dalam tubuh.
Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis
Factor-alpha (TNF-α), Interferon-
(IFN-α), dan Interleukin-6 (IL-6) merupakan sitokin yang berperan dalam
peradangan. Hampir semua proses peradangan mengakibatkan aktivasi jaringan
makrofag dan infiltrasi monosit darah. Aktivasi ini menyebabkan banyak
perubahan termasuk produksi dari TNF-, IL-1, dan IL-6 (Subowo, 2009; Subowo,
2010).
Peningkatan kadar
sitokin proinflamasi (IL-6 dan TNF-α) telah dilaporkan pada hewan yang
kekurangan magnesium selama 3 minggu yang dikemukakan oleh Weglicki et al. (1992). Sekresi sitokin ini bisa
maksimal di hari ke-5 (IL-4 dan IL-5) atau hari ke-7 (IL-2, IL-10 dan INF-ɣ)
setelah mengalami kekurangan magnesium. Malpuech-Brugere et al. (2000) juga melaporkan peningkatan kadar IL-6 hanya dalam 4
hari setelah kekurangan magnesium. Jumlah dan fungsi polymorphonuclear (PMN) juga telah terbukti diubah pada tikus yang
kekurangan magnesium selama 8 hari. Jumlah PMN (netrofil) mengalami peningkatan
terkait dengan peningkatan aktivitas fagositosis (Tam et al., 2003).
Berdasarkan
penelitian di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang pengaruh diet rendah
magnesium terhadap jumlah netrofil dan kadar IL-6, mengingat peran dari
netrofil dan IL-6 sangat penting terhadap sistem imun tubuh dalam melawan
antigen (benda asing) dan penelitian ini belum
pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini dilakukan dengan menginduksi
tikus dengan bakteri Staphylococcus
aureus untuk merangsang peradangan.
Kemudian dilakukan pengujian dengan
mengambil sampel darah dan plasma, selanjutnya dihitung jumlah netrofil dengan
Hemositometer dan diukur kadar IL-6 dengan menggunakan ELISA.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari
uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Apakah diet rendah
magnesium dapat meningkatkan jumlah netrofil dalam darah tikus Wistar jantan
setelah diinduksi Staphylococcus aureus?
2.
Apakah diet rendah
magnesium dapat meningkatkan kadar IL-6 dalam darah tikus Wistar jantan setelah
diinduksi Staphylococcus aureus?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Mengetahui pengaruh
dari diet rendah magnesium terhadap peningkatan jumlah netrofil dalam darah
tikus Wistar jantan setelah diinduksi Staphylococcus aureus.
2.
Mengetahui pengaruh
dari diet rendah magnesium terhadap peningkatan kadar IL-6 dalam darah tikus
Wistar jantan setelah diinduksi Staphylococcus
aureus.
1.4
Hipotesis Penelitian
Hipotesis
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Diet rendah magnesium
dapat menyebabkan peningkatan jumlah netrofil dalam darah tikus Wistar jantan
setelah diinduksi Staphylococcus aureus.
2.
Diet rendah magnesium
dapat menyebabkan peningkatan kadar IL-6 dalam darah tikus Wistar jantan
setelah diinduksi Staphylococcus aureus.
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh diet rendah magnesium terhadap jumlah netrofil dan kadar IL-6 dan dampak yang ditimbulkan dari diet rendah magnesium terhadap sistem imunitas tubuh.
Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Mohon komentarnya ya biar penulis bisa lebih semangat buat artikelnya.
File word bisa download disini
siiip
BalasHapusTambah terus artikelnya 🤲🤲
BalasHapusizin download
BalasHapusBisa membantu anak-anak buat tugas sekolah
BalasHapus